“Tidak ada yang kekal. Tidak ada selamanya”
Saya tidak pintar dalam menjalani dan memahami sebuah hubungan, apalagi menyangkut hubungan dengan kepercayaan yang berbeda. 17 tahun dan belum pernah sekalipun saya berada di dalam suatu hubungan dengan pria yang memiliki satu kepercayaan yang sama dengan saya. Mungkin takdir, mungkin belum saatnya.
“17 tahun? Kamu masih muda. Janganlah terlalu memikirkan hal tersebut”
“17 tahun? Umur yang cukup untuk mengerti akan rasa sakitnya mengetahui suatu hubungan yang tidak akan pernah berujung dan berhasil”
“17 tahun? Kamu cukup dewasa untuk tidak mengambil keputusan yang salah”
“17 tahun? Masih muda. Jangan korbankan waktumu untuk hubungan yang tidak pasti”
“Mending sakit sekarang kan? Daripada ntar? Daripada terlalu lama dan lebih terlanjur sayang?”
“Lo masih muda, cari deh sekarang yang seagama. Biar ujungnya ga kayak gue, sedih, berantakan”
“Temenan sih boleh banget, pacaran? Lo bakalan ngerasa susah deh. Bakalan ngerasa apa yang lo lakuin sia-sia di akhirnya”
“Pilih mana? Enak beberapa tahun doang apa selamanya?”
“Susah banget gabungin 2 kutub yang saling bertolak belakang”
“Pikirin perasaan orang tua lo lah, orang tua dia juga. Jangan pikirin diri sendiri”
“Please deh, lo masih 17 tahun. Jangan mikirin hal beginian. Do fun things, have fun, be happy”
“Kalo udah beda gitu gue ga ikut-ikutan deh”
“Kata lo fuck normality? Yaudah lo bisa nge-fuck tu normality dengan pacaran dengan orang beda agama kan? Why not?”
“Gue sama cowo gue beda agama dan kita udah 2 tahun. Kita fine-fine aja kok soalnya orang tua kita setuju”
“Pikirin 10 kali lagi deh”
“Rasa sayang kepada Tuhan-mu ga lebih besar dari rasa sayangmu ke diri kamu sendiri atau bahkan ke orang lain kan?”
Ya. Saya tahu saya masih 17 tahun, umur yang masih tergolong muda untuk memikirkan hal seperti ini, walaupun banyak yang bilang, umur saya seharusnya sudah cukup untuk berpikir dewasa dalam menjalani dan mengambil keputusan. Beberapa orang terdekat memberi saya beberapa saran seperti yang saya tuliskan di atas. Dan setelah saya pikirkan, ada benarnya untuk menyudahi semuanya.
Saya nyaman dengan kamu. Nyaman sekali. Tetapi saat ini saya berada di satu titik yang membuat saya berpikir bahwa saya benar-benar tidak bisa ; agama, kepercayaan dan orang tua --- 3 hal tersebut tidaklah mudah untuk saya, mungkin juga untuk kamu. Saya tahu kamu sakit, saya juga sakit. Tapi…. Mau gimana lagi.
Saya tidak akan bisa menangis di depan kamu….
Bukan karena gengsi… tapi saya terlalu sedih, saya terlalu capai untuk menangis.
Bisa ga sih kita temenan lagi? Kayak waktu pertama kita kenal? Waktu kamu masih kamu dan saya masih saya ? :’)
"Kenapa Tuhan nyiptain kita beda-beda? Kalau Tuhan cuma pengen di sembah dengan satu cara"
Maaf, saya nyerah.
PS: See you :’)
No comments:
Post a Comment